Minggu, 13 Mei 2012

Rumah Kami Rumah Cahaya


Catatan De Pita

Tempat itu bernama Rumah Cahaya. Bagi para pendirinya, Cahaya berasal dari kepanjangan dari baCA HAsilkan karYA. Tapi bagiku, Cahaya emiliki filosofi lain.

Rumah Cahaya adalah tempat aku melihat tawa polos anak-anak mendengarkan dongeng, wajah rindu kawan-kawan seperjuangan di FLP, bersama berkarya, masak hingga makan bersama, kami adalah keluarga meski tidak ada ikatan darah. Rumcay bukan sekedar markas, tapi ini adalah rumah kami.

Lokasinya yang berada di Depok, memang sebuah berkah bagi teman-teman FLP Depok. Namun Rumcay yang didirikan oleh FLP Pusat tentu adalah milik masyarakat pada umumnya, dan seluruh anggota FLP pada khususnya. Jadi tidak ada larangan bagi siapapun untuk datang dan melakukan "sesuatu" di tempat ini.

Dulu Rumah Cahaya kami tidak seperti sekarang ini. Rumah kami betul-betul berbentuk rumah. Namun di tahun 2009 (atau 2010 saya lupa), Rumah kami direnovasi oleh TWI (Tabung Wakaf Indonesia) menjadi sebuah Ruko (Rumah Toko). Kami diberi kewenangan menempati lantai 2 untuk beraktifitas, sedangkan lantai satu disewakan untuk umum.

Kami yang sekarang ini adalah orang-orang yang diwarisi oleh kakak-kakak kami untuk mengurusi Rumah Cahaya. Seleksi alam meyisakan beberapa orang saja dari kami untuk survive di rumah cahaya. Tapi itu semua tidak menyurutkan langkah kami. Dengan segala keterbatasan kami mencoba bertahan.

Hasta Karya Daur Ulang...
Saya adalah orang yang suka sekali membuat kerajinan tangan, terlebih dari daur ulang. Hampir setiap hari rumah cahaya kedatangan anak-anak. Jumlahnya bervariasi. Tapi yang mereka lakukan selain membaca adalah membuat "gaduh". Yah namanya juga anak kecil ya? ^^

Saya berpikir, bagaimana membuat anak-anak ini lebih kreatif? Ide membuat kelas hasta Karya terbentuklah. Kelas pertama di buka tanggal 12 Desember 2011, yaitu daur ulang bungkus kopi. Pesertanya enam orang anak laki-laki semua. Saya sempet bingung, karena yang akan saya ajarkan adalah membuat bros kupu-kupu. Identiknya sih dengan anak perempuan. Tapi ternyata anak-anak itu cukup antusias.

Enam anak itu pun tidak semuanya seusia, ada yang kelas 6, 5, 3 bahkan belum sekolah. Memegang gunting saja kesulitan tapi tidak mengurangi kegigihan mereka. Mereka tetap semangat dan antusias mengikuti instruksi saya hingga jadi bros dengan versi masing-masing. Bentuknya ada yang gak karuan, ada yang rapi tapi mereka tersenyum puas melihat hasil mereka sebagus apapun :D. Bahkan saya kaget karena mereka akhirnya menggunakan bros tersebut saat beranjak pulang.

Kelas berikutnya saya adakan seminggu kemudian tanggal 19 Desember 2011, yaitu membuat tirai dari sedotan. Rupanya kelas hasta karya sebelumnya telah menjadi buah bibir dan menarik perhatian anak-anak lainnya. Peserta yang semula hanya 6 orang menjadi 16 anak. Saya kaget campur senang melihat 16 senyum anak yang menyambut saya yang baru pulang mengajar dari penjaringan. Senyum mereka menyihir lelah saya karena perjalanan jauh dan kehujanan menjadi hilang begitu saja. Itulah anak-anak...

Tapi rupanya saya vs 16 anak bukanlah pertarungan yang imbang. Saya cukup kewalahan, maka saya pun putuskan untuk mendatangkan tutor lainnya. Tutor yang di maksud tentunya adalah teman-teman FLP Depok. Karena dengan biaya swadaya yang terbatas, saya tidak mungkin mendatangkan tutor dan membayarnya hanya dengan ucapan terima kasih. Tapi rupanya bukan hal mudah mengumpulkan tutor2 tersebut. Hingga sekarang kelas hasta karya tersebut belum terealisasi kembali.

Open House...
Berawal dari salah paham, tentang informasi yang diberikan anak-anak ide dadakan dari Open House TBM Rumah Cahaya FLP Berlangsung di bulan 5 Februari 2012. Sebetulnya awalnya kami menyampaikan informasi kepada anak-anak (pengunjung rumcay) tentang adanya kelas menari (saman). Tapi salah diartikan dan kemudian jadilah anak-anak berlatih menari karena mengira kami akan mengadakan Pentas Seni. Tidak mau melihat anak-anak kecewa, akhirnya kami putuskan mengadakan Open House dengan menampilkan hasil latihan tiga kelompok anak yang akan menari. Berperan sebagai MC adalah saya, dan Mba Galuh Kencono Wulan sebagai pendongeng.

itu bukuan open House yang megah. Dari hasil 'malak' kami berhasil mengumpulkan beberapa rupiah untuk membuat backdop, banner, snack untuk yang mengisi acara (anak-anak). Menyenangkan sekali mempersiapkan segalanya, souvenir pembatas buku orang-orangan jepang membuat kami duduk berlama-lama di rumcay karena harus membuatnya bersama, lelah adalah harga yang kami bayar untuk sebuah kebersamaan. Dan itu tidak akan tergantikan.

Tidak sampai di sana, baik sekali Mba Galuh membawa puding cokelat penuh gizi untuk semua pengunjung open house. Semburat bahagia di wajah anak-anak pada saat itu adalah hal yang tidak terlupakan bagi kami.

Relawan Cahaya...
Sampai saat ini tidak banyak SDM di rumah Cahaya. Bahkan satu tangan saya masih sanggup mewakili jumlah SDM yang masih memiliki Loyalitas di Rumcay. Terinspirasi dari Relawan Dunia milik Gol A Gong, kami pun coba mewujudkan Relawan Cahaya. Tapi ternyata itu juga bukan hal yang mudah. Jadi untuk saat ini Relawan Cahaya kami gunakan untuk menamai diri kami.

Itulah sekelumit perjalanan kami di rumah cahaya. Hal-hal kecil coba kami lakukan. Kenapa? Karena kami senang melakukannya, sederhana saja jawabannya. Kami melakukannya bukan karena kami ingin di puji, bukan karena kami di gaji, tidak demikian. Kebahagiaan yang kami rasakan dari berbagi ini membayar segala lelah kami. Di Rumah Cahaya kami memberi, dan rumus memberi bagi kami sama dengan menerima. Ya dengan memberi loyalitas kami, kami menerima kebahagiaan. Semoga kebahagiaan kami bisa juga di rasakan oleh orang lain ^^
Share This
Subscribe Here

0 komentar:

Posting Komentar

Mitra Kami

Photobucket Photobucket Photobucket
 

Followers

Photobucket

Rumah Cahaya FLP Copyright © 2009 BeMagazine Blogger Template is Designed by Blogger Template
In Collaboration with fifa