Rabu, 13 April 2005

Aku, Buku, dan Cahaya Itu

Empat dus karton menduduki salah satu sudut Rumah Cahaya. Aku ingin tahu isinya, aku membukanya. Dan aku menemukan berlembar-lembar harta berharga di sana.

Ayah-ibuku bukan orang mampu, mereka hanyalah PNS dengan penghasilan yang disunat aneka potongan ini-itu. Jadi aku tak tega minta benda-benda mahal pada mereka. Tapi ayah ibu tahu harap yang tersirat dari sorot mataku. Jadi mereka sering membelikan aku majalah dan buku. Meskipun bekas tidak mengapa. Meskipun buram yang penting bisa terbaca.
Agar Ayah ibu tak habis gajinya cuma untuk beli buku, aku rajin meminjam bacaan pada teman. Sesekali aku pergi ke perpustakaan umum dan tempat penyewaan buku. Meskipun jauh tidak masalah. Asalkan hasrat bacaku terpuaskan. Jadilah aku sering menempuh jalan berkilo-
kilo jalan kaki untuk meminjam buku.

Saat beranjak dewasa dan sudah punya penghasilan sendiri, buku tetap menjadi barang mahal bagiku. Terlebih jika aku beli, baca, selesai. Buku selanjutnya teronggok berdebu di lemari. Uang yang berubah jadi buku terasa kecil manfaatnya karena hanya aku yang menikmatinya.
Bukankah akan lebih bermanfaat jika banyak orang menyerap maknanya.

Menyumbangkan buku tersebut di perpustakaan adalah solusi. Namun aku suka jengkel. Petugas dan pengunjung perpustakaan sering semena-mena memperlakukan buku. Halaman buku dilipat, sampul buku ditekuk, bahkan dijadikan bantal. Andai buku bisa protes pasti mereka akan berteriak "Jangan sia-siakan diriku!!!"

Sekarang aku menjadi pengelola sebuah perpustakaan. Rumah Cahaya namanya. Di sana banyak anak-anak seperti aku dulu. Tak mampu tapi haus ilmu, tak punya tapi banyak tanya, tak berharta tapi berharap bisa melihat keajaiban dunia kata-kata. Setiap hari mereka datang
dan bertanya dengan sorot matanya "buku apa lagi yang bisa kami baca hari ini?"
Sayangnya buku-buku di Rumah Cahaya minim sekali. Tak banyak dermawan yang rutin setiap bulan menyumbang buku. Mungkin mereka berpikiran seperti aku, bahwa buku akan disia-siakan bila berada di sini. Namun aku dan teman-teman Forum Lingkar Pena sudah berkomitmen untuk menjaga buku-buku itu agar tetap bercahaya, menerangi
sekitarnya dengan hikmah.

Suatu hari aku menemukan empas dus karton menduduki salah satu sudut Rumah Cahaya. Aku ingin tahu isinya, aku membukanya. Dan aku menemukan berlembar-lembar harta berharga di sana. "Subhanallah!!!" teriakku. Aku terbelalak. Begitu juga dengan teman-teman yang lain.
Mereka jadi semangat membaca, tergerak lagi untuk menulis. Sumbangan empat dus buku itu sangat berarti bagi kami, orang yang tak mampu membeli banyak buku.

Empat dus buku itu adalah sumbangan dari PT. Inti Karya Persada Teknik dalam rangka ulang tahunnya ke-24. Sungguh sebuah tanda cinta yang sangat bermanfaat untuk sesama. Mereka rela mengeluarkan uang berjuta-juta untuk membuat Rumah Cahaya semakin bercahaya. Sumbangan buku-buku tersebut adalah pelita, penggerak langkah sekaligur mengobar semangat teman-teman untuk berkarya.

Banyak cara manusia memperingati hari jadinya. Kebanyakan dengan cara hura-hura. Membuat pesta meriah dengan tarian dan lagu-lagu. Mengenyangkan perut-perut buncit sementara banyak mulut menganga mohon suapan di sekitarnya. Alhamdulillah IKPT memilih cara yang
berbeda. Uang tidak masuk ke kantong artis penjual suara dan penari-penari pinggul, tapi menjelma jadi buku.

Duduk di Rumah Cahaya, melihat anak-anak yang membaca buku-buku mengingatkanku pada masa lalu. Teringat jauhnya jalan yang harus kutempuh untuk meminjam buku. Teringat sorot mata menghina karena si lusuh berusaha masuk di komplek mewah hanya untuk membaca
buku. Sungguh beruntung anak-anak di Rumah Cahaya ini tidak mengalami nasib seperti aku.

Aku hanya bisa berharap, semakin banyak orang-orang yang tersentuh, terketuk hatinya lalu mengerakkan raga untuk bertindak. Menyisihkan sebagin rejeki untuk membantu sesama. Menyalakan cahaya di Rumah-Rumah kumuh. Dan cahaya-cahaya itu akan menjadi bintang
penerang di alam kubur, pintu masuk menuju surga. Doa selalu terucap dari dhuafa, karena masih ada yang peduli pada mereka.

Terima Kasih, IKPT
Koko Nata, Ketua FLP Cabang Depok
Share This
Subscribe Here

0 komentar:

Posting Komentar

Mitra Kami

Photobucket Photobucket Photobucket
 

Followers

Photobucket

Rumah Cahaya FLP Copyright © 2009 BeMagazine Blogger Template is Designed by Blogger Template
In Collaboration with fifa