Ketua Dept. Program Rumah Cahaya FLP
.jpg)
Pengurus FLP di berbagai kota dan kabupaten memang rutin menerima anggota dan mengadakan pelatihan menulis. Selama ini anggota yang dibina kebanyakan berusia 13 tahun ke atas. Untuk usia di bawah itu, belum. Mungkin akan ada pertanyaan, kalau FLP belum membina anak-anak, kenapa Faiz dan Caca sering mengatakan bahwa mereka adalah anggota FLP Kids?
Helvy Tiana Rosa, salah satu pendiri FLP lah yang mempopulerkan FLP Kids untuk Faiz, putra sulungnya. Faiz yang ketika itu masih duduk di sekolah dasar tahun pertama ingin sekali terlibat dalam kegiatan FLP. Sejak usia 5 tahun Faiz mulai menulis. Tiga tahun berikutnya penerbit DAR! Mizan membukukan kumpulan puisi Faiz: Untuk Bunda dan Dunia. Belakangan Caca, sepupu Faiz yang juga putri Asma Nadia, menerbitkan kumpulan cerpen ‘Dunia Caca’ Saat peluncuran atau bedah buku mereka kerap menyebut bagian dari FLP Kids. Maka dari itu banyak yang mengira FLP memang punya divisi khusus untuk melatih anak-anak menulis.
Lalu, siapa yang mengajari mereka, penulis-penulis cilik menulis?
Satu hal yang perlu disadari oleh orang tua yang ingin anaknya mahir menulis, penulis-penulis cilik tidak lahir dengan sulap. Sebagian besar mereka berproses: tumbuh di lingkungan keluarga yang gemar membaca, orang tua merangsang anak cinta baca, mengajari anak menuliskan pikirannya. Buku menjadi teman bermain dan bercanda. Buku makanan sehari-hari. Tak heran bila mereka suka membaca lalu tergerak untuk menulis.
Peran orang tua untuk menanamkan kebiasaan membaca sejak dini sangat penting -baru kemudian melangkah ke aktivitas menulis. Sebisa mungkin anak dibiasakan lebih suka membaca daripada menonton. Asma Nadia kerap memberikan buku-buku superhero untuk Adam putra bungsunya yang masih duduk di bangku TK. Adam sangat suka dengan jagoan-jagoan super. Asma mengalihkan tayangan layar kaca ke buku. Adam hanyut dalam bacaan sehingga lahirlah sebuah cerpen dari tangan Ada, judulnya The Click Man. Bercerita tentang jagoan super yang bisa masuk ke dalam foto. Cerpen Adam ini terdapat dalam kumpulan cerpen bersama “Tangan-tangan Mungil Melukis Langit (Lingkar Pena, 2006).
Sedangkan Helvy memperkaya kosakata bahasa Faiz dengan bermain scrabble Bertiga dengan Ibu dan Ayahnya Faiz mengisi waktu luang dengan hurup-hurup scrabble. Bila kita membaca 5 buku Faiz yang telah terbit, terlihat Faiz memiliki kekayaan bahasa melampaui anak-anak seusianya. Di usia menjelang 12 tahun, Faiz sudah berpuitisasi layaknya penyair dewasa.
Sebelum tidur Helvy juga kerap membacakan cerita untuk Faiz. Salah satu cerita yang disukai Faiz adalah kisah Nabi dan Sahabat. Kekaguman Faiz pada salah satu sahabat Rasullullah; Umar bin Khatab, menginspirasi Faiz menulis karakter Umar dalam naskah surat untuk presiden Megawati. Faiz mendambakan seorang presiden yang sederhana dan peduli. Umar bin Khatab sering berjalan-jalan untuk mengetahui keadaan rakyatnya di malam hari. Faiz mengajak Presiden Megawati untuk juga melakukan hal serupa. Naskah ini memenangkan juara pertama lomba menulis surat untuk presiden tahun 2003 yang diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta. Tokoh Umar bin Khatab juga muncul dalam cerpen Cincin Frodo dalam kumpulan cerpen yang sama dengan Adam.
Cara lain yang dipakai Helvy maupun Asma Nadia dalam merangsang minat baca-tulis anak-anaknya adalah dengan permainan tebak kata, persamaan kata dan lawan kata. Hal ini kerap dilakukan di dalam mobil ketika Helvy, Asma Nadia dan keluarga bepergian bersama. Misalnya ketika melewati jalan yang macet, Helvy melontarkan pertanyaan: Apa lawan kata dari macet? Faiz, Caca dan Adam akan berebutan menjawab lawan kata macet, juga mencari persamaan katanya.
Kebiasaan memberi hadiah buku, mendongeng, dan permainan kata terkesan sepele. Semua orang bisa melakukannya. Tetapi, marilah kita berhitung, berapa banyak orang tua yang sempat mendongeng untuk anaknya. Banyak orang tua menyerahkan urusan mendongeng pada televisi; biar mereka nonton dan televisi berbicara. Memang tayangan televisi lebih menarik. Tapi si anak akan menjadi pasif. Ia tak punya kesempatan untuk berimajinasi dan merespon balik. Televisi memberikan tayangan audiovisual; penonton mendapat satu kesan audio maupun visual. Sedang bila orang tua mendongeng, anak-anak dapat berimajinasi dengan bebas. Antara orang tua dan anakpun akan terjalin komunikasi aktif melalui diskusi cerita dongeng.
Sah-sah saja jika ada orang tua yang mengikutkan anaknya pada kursus membaca. Sekarang banyak lembaga yang menawarkan program membaca untuk balita. Beberapa kelas menulsi untuk anakpun mulai bermunculan. Tapi yang paling ideal mengajari anak memebaca dan merangsang mereka untuk menulis adalah orang tua. Ada manfaat psikologis yang akan didapatkan selain keterampilan baca-tulis anak.
Untuk menumbuhkan minat baca-tulis itu, orang tua harus lebih dulu suka membaca dan biasa menulis. Dan setiap orang tua yang pernah sekolah -apalagi sampai menempuh pendidikan tinggi, dan sekarang berumah tangga pasti bisa membaca dan menulis. Ketika sekolah harus menempuh ujian yang ditulis, melamar pekerjaan harus mengirimkan lamaran tertulis, bekerja harus membuat laporan tertulis, saat penjajakan; dalam proses menuju pelaminan calon orang tua kerap membuat puisi atau surat untuk pasangannya. Jadi setiap orang tua pasti bisa membaca juga menulis.
Apabila ada yang merasa tidak bisa, mungkin hanya belum terbiasa. Maka dari itu, bangunlah kebiasaan cinta membaca dan menulis dalam keluarga. Sungguh indah bila kebiasaan membaca dan menulis menjadi budaya keluarga. Keluarga yang gemar baca tulis akan membentuk masyarakat cinta baca tulis. Dan masyarakat pecinta baca tulis akan membentuk bangsa yang maju, yang selalu membaca dan menulis. Jika sudah begini bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dari negera-negara lain yang sudah maju budaya baca tulisnya. Semua budaya baik itu dapat berawal dari rumah.
0 komentar:
Posting Komentar